Aceh Utara | MeuligoeAceh.Com, Warga Gampong Kilometer VIII, Kecamatan Simpang Keuramat, Kabupaten Aceh Utara, mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Aceh Utara untuk turun tangan menyelesaikan sengketa lahan antara masyarakat dengan PT Satya Agung. Pasalnya, BPN perlu melakukan pengukuran ulang batasan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.
Keuchik Gampong Kilometer VIII, Mahyeddin Abubakar, Sabtu 18 September 2021 mengungkapkan, "masyarakat KM VIII mengharapkan kepada pihak BPN Aceh Utara atau pemerintah daerah agar melakukan pengukuran ulang terhadap batas HGU perusahaan. Karena berdasarkan hasil pengukuran dari BPN sebelumnya, ada kebun warga yang memang masuk dalam wilayah HGU tersebut. Padahal secara bukti surat dimiliki warga setempat, bahwa tanah itu lebih tua dari HGU yang dikeluarkan BPN", pungkasnya.
“Maka kita meminta kepada BPN untuk dapat mengukur kembali. Pengukuran yang dilakukan pada Oktober 2020, pihak PT Satya Agung tidak mengakui bahwa batas HGU sesuai dengan pengukuran BPN,” ujarnya Mahyeddin, didampingi Kepala Dusun Keuramat, Gampong Kilometer VIII, Muhammad Nasir.
Mahyeddin mengatakan, pihaknya berpikir bahwa hasil pengukuran pada 2020 itu sudah final", Tetapi faktanya pihak PT Satya Agung tidak menerima hasil pengukuran tersebut, ketika itupun yang menurunkan BPN untuk melakukan pengukuran lahan adalah pihak perusahaan itu. Menurutnya, persoalan yang terjadi sekarang di lapangan bahwa dituduh warga telah melakukan penyerobotan lahan PT Satya Agung", jelasnya Mahyeddin.
“Itu kita kurang paham. Karena pihak BPN sudah turun ke lokasi untuk penentuan tapal batas tersebut. Artinya begini, BPN sudah turun mengukur hasil tapal batas, malah kami dituduh menyerobot lahan perusahaan tersebut. Sedangkan lahan yang warga garap itu merupakan di luar HGU, dari mana buktinya kami serobot lahan mereka? Oleh karena itu, kami warga Gampong Kilometer VIII, mendesak BPN maupun Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk segera menyelesaikan sengketa lahan antara warga dengan PT Satya Agung", jelasnya lagi Mahyeddin.
Mahyeddin menambahkan, "malah pihaknya menuding PT Satya Agung telah menyerobot lahan milik warga KM VIII. Perusahaan perkebunan itu beroperasi sejak 1981, diduga telah melakukan penyerobotan dan menguasai lahan milik warga gampong ini secara sepihak. Pada dasarnya, setelah ekspose hasil pengukuran tidak ada lagi upaya mediasi yang dilakukan PT Satya Agung. Terakhir pada 8 Februari 2021, pihak manejemen perusahaan itu mengirimkan surat permohonan penyelesaian garapan dalam HGU PT Satya Agung kepada Bupati Aceh Utara. Dalam surat bernomor: 82/SAG/II/2021 dan tembusan kepada Keuchik Kilometer VIII, sebagai tindak lanjut pertemuan antara menajemen PT Satya Agung dengan bupati pada 6 Februari 2021", tambahnya.
“Tetapi isi surat itu tidak benar. Pihak perusahaan menuduh masyarakat Kilometer VIII telah menguasai lahan dalam HGU seluas lebih kurang 140,06 hektare. Dalam surat yang ditanda tangani CBDO PT Satya Agung, H. Tarmizi Thayeb ikut menawarkan kompensasi/tali asih sebesar Rp1 juta perhektare kepada masyarakat penggarap lahan HGU. Ini juga kami menolak karena tidak benar apa yang disampaikan", tambahnya lagi.
Sementara itu, Chief Business Development Officer (CBDO) PT Satya Agung, H. Tarmizi, menjelaskan, bahwa informasi penyerobotan lahan warga oleh PT Satya Agung adalah tidak benar, penilaian tersebut bersifat imajinatif dan asumtif belaka secara sepihak. Namun, pihaknya sangat menghormati dan menjunjung tinggi aturan yang berlaku, sehingga setiap tindakan dan operasional kegiatannya dijalankan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan menghargai masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan.
“Karena bagi kami warga lingkungan merupakan mitra kerja. Kami berkomitmen untuk membantu perekonomian warga lingkungan dengan berbagai program, seperti melibatkan tenaga kerja dari lingkungan dan membangun kebun plasma untuk warga di sekitaran PT Satya Agung,” kata Tarmizi, Rabu 15 September 2021.
Tarmizi menyebutkan, pihaknya menolak disebutkan telah menyerobot atau menggarap tanah milik warga. Karena PT Satya Agung tidak pernah menggunakan tanah milik warga untuk kepentingan perusahaan. Semua lahan yang dikuasai merupakan tanah yang telah menjadi Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang telah disahkan secara hukum, dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah diperoleh sejak tahun 1981. Dan, telah diperpanjang haknya sampai dengan tahun 2035.
“HGU tersebut masih berlaku dan PT Satya Agung tidak menyerobot lahan masyarakat. Apalagi mengerjakan lahan di luar HGU tanpa legalitas lahan yang sah. Pihak perusahaan telah berupaya memberitahukan dan memperingatkan kepada warga penggarap agar tidak menggarap di dalam HGU PT Satya Agung, dan telah berulang kali melakukan dialog secara kekeluargaan yang difasilitasi Muspika", ujarnya Tarmizi.
Lanjutnya Tarmizi, alhasil, "Ada beberapa oknum masyarakat menolak untuk mengembalikan lahan HGU PT Satya Agung, yang notabane masyarakat atau penggarap itu juga tidak memiliki alas hak atau legalitas atas penguasaan lahan tersebut", tutupnya.(masta)