Banda Aceh - Aceh tak bisa dipisahkan dari kebesaran sejarah jalur rempah. Berada di posisi strategis sebagai pintu gerbang masuk selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan tersibuk di dunia sejak zaman dahulu.

Aceh menjadi salah satu daerah penghasil rempah terpenting di kepulauan nusantara, bahkan pada abad 17-18 Aceh tercatat sebagai produsen lada terbesar yang menyuplai kebutuhan lada ke berbagai penjuru dunia melalui pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pesisir barat-selatan hingga pesisir timur Aceh.

Sampai saat ini, Aceh masih menjadi produsen dari beberapa komoditas rempah seperti pala, cengkih, dan serai wangi, penghasil minyak atsiri dengan kualitas terbaik sebagai bahan baku industri parfum dunia.

Kesinambungan sejarah ini dalam konteks kekinian adalah momentum untuk memperkuat posisi strategis Aceh sebagai episentrum rempah dunia, baik dalam perspektif diplomasi budaya, politik ekonomi, dan kepariwisataan.

Kejayaan perdagangan rempah, telah menjadikan Aceh berkembang menjadi kerajaan yang memiliki kedaulatan politik yang cukup disegani dan tampil sebagai salah satu dari lima kerajaan Islam terbesar di dunia pada awal era modern.

Hal ini telah menempatkan Aceh berada pada posisi istimewa, baik dalam konteks kesejarahan sebagai penghasil rempah utama dunia terutama lada dan semangat juang melawan kolonialisme, maupun dalam konteks kekinian dengan segala peluang ekonominya.

Buku Rempah Aceh: Dinamika dan Jejak Sejarah ini diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang ditulis oleh Sanusi Ismail, dkk dengan tebal 210 halaman dan ukuran 15×23,5 cm.

Aceh tak bisa dipisahkan dari kebesaran sejarah jalur rempah. Berada di posisi strategis sebagai pintu gerbang masuk selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan tersibuk di dunia sejak zaman dahulu.