Banda Aceh - Pj. Gubernur Aceh yang diwakili Asisten II Sekda Aceh, Ir. Mawardi dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, A. Hanan, SP, MM menghadiri dan menjadi narasumber dalam pertemuan Nasional REDD+ di Hotel JW Marriott, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh unsur Eselon I dan Eselon II Kemenko Perekonomian, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Dalam Negeri, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pertanian, Keuangan, PPN/BAPPENAS, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPDLH), Pemerintah Daerah, Akademisi/Pakar dan CSO.
Pertemuan tersebut juga dibuka langsung oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, sekaligus memberikan arahan terkait optimalisasi pemanfaatan pendanaan yang bersumber dari Result-Based Payment Redd+ (Pembayaran berbasis kinerja) dalam upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi Hutan yang diterima Pemerintah Indonesia dari Green Climate Fund (GCF) periode Tahun 2014 s.d 2016.
Dalam pertemuan tersebut " Menteri Keuangan mengingatkan bahwa Pendanaan dimaksud harus digunakan untuk aksi-aksi konkret, terukur dan berdampak pada pengurangan emisi sektor hutan dan lahan. Selain itu, pendanaan harus dapat menjadi stimulant bagi tumbuhnya kegiatan ekonomi masyarakat yang berorientasi pada pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dan rendah emisi, " ujar Sri Mulyani.
Indonesia merupakan negara pertama di kawasan Asia-Pasifik yang memperoleh pendanaan dari Green Climate Fund (GCF) pada program ‘Pilot’ REDD+ Results-Based Payments (RBP).
Pemerintah Indonesia mendapatkan pembayaran sebesar USD 103,8 juta yang diberikan atas hasil kinerja penurunan emisi pada tahun 2014-2016 sebesar 20,25 juta tCO2eq beserta penambahan 2,5% atas pembayaran terhadap manfaat non-karbon.
Pembayaran Berbasis Kinerja (RBP) merupakan insentif atau pembayaran yang diperoleh dari hasil capaian pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca yang telah diverifikasi dan/atau tersertifikasi dan manfaat selain karbon yang telah divalidasi.
Pengurangan emisi tersebut salah satunya melalui aktifitas REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), merupakan aksi mitigasi pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan stok karbon hutan.
Pengelolaan pendanaan Green Climate Fund (GCF) dikelola dalam 3 (tiga) output, yaitu: 1). Output I, Penguatan koordinasi dan implementasi REDD+, arsitektur REDD+ sebesar USD 9,40 juta, penerima manfaat lingkup unit Esselon I KLHK, BRGM dan BPDLH; 2). Output 2, Dukungan untuk tata kelola hutan berkelanjutan, meningkatkan pelaksanaan Perhutanan Sosial (PS), pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian kebakaran, mata pencaharian berkelanjutan, dengan alokasi pendanaan USD 93,40 juta, penerima manfaat adalah Pemerintah Daerah; dan 3). Output 3, untuk Manajemen Proyek sebesar USD 0,98 juta, penerima manfaat Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Berdasarkan KepmenLHK Nomor SK.1398/2023 tentang Alokasi Pemanfaatan Dana RBP REDD+, Aceh memperoleh alokasi sebesar USD 1.750.396 atau sekitar 24,5 Milyar Rupiah. Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Aceh Bersama Kalimantan Timur, Jambi dan Papua terpilih untuk menyampaikan kesiapan arsitektur dalam implementasi REDD+ di Daerah, serta strategi dan tata kelola sektor hutan/lahan pada wilayah masing-masing.
Sementara itu, Pemerintah Aceh melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, A. Hanan, SP, MM menyampaikan kesiapan dalam implementasi REDD+ Aceh, mempertimbangkan kondis pendukung diantaranya: Aspek Kebijkan dan terdapat 21 kebijakan dalam bentuk qanun, Kepgub, Ingub, dan SOP terkait pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi.
Selanjutnya, Kesiapan Sumberdaya dan kapasitas pengembangan REDD+, Kepastian wilayah kerja dan Lembaga meliputi: fungsi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai unit pengelolaan Kawasan Hutan.
Inisiatif tata kelola hutan di tingkat tapak melalui Perhutanan Sosial, RHL berbasis Dayah, Program Kampung Iklim.
Kinerja baik dalam mereduksi emisi dari sektor hutan dan lahan, dibuktikan dengan trend penurunan laju deforestasi yang terjadi di hutan aceh, Serta Dukungan para pihak dan masyarakat yang cukup tinggi dalam mereduksi emisi sektor hutan dan lahan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Kab/Kota, Akademisi, Masyarakat dan CSO.
Terkait pengembangan arsitektur REDD+ di tingkat Sub Nasional, Pemerintah Aceh melalui koordinasi intensif dengan Pemerintah serta melalui dukungan para pihak, telah mengembangkan inisiasi dan modalitas berupa: Penyiapan Rencana kerja FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional Aceh dan telah diserahkan pada Menteri LHK, Menetapkan SK Gubernur Aceh tentang Tim Percepatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Nilai Ekonomi Karbon Berbasis Yurisdiksi Aceh, Menyusun laporan Safeguard REDD+ Aceh dan telah terdaftar di SIS REDD sistem KLHK, Menyusun baseline deforestasi dan emisi Aceh.
Selain itu," saat ini yang sedang berproses adalah penyiapan Mekanisme Pembagian Manfaat serta melanjutkan Cascading program dan kegiatan terkait REDD+,"ujar Hanan.
Pemerintah Aceh "Menyampaikan, harapan agar nilai keanekaragaman hayati Aceh menjadi indikator dan memberikan nilai tambah yang proporsional dalam penetapan alokasi pendanaan berbasis kinerja," ucap Kadis DLHK Aceh.
Hal tersebut mengingat bahwa hutan aceh selain berfungsi untuk mitigasi perubahan iklim juga berfungsi sebagai habitat alami kehidupan liar terlengkap di regional Pulau Sumatera.
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam mengakses alokasi pendanaan Pembayaran Berbasis Kinerja adalah:
1). Menetapkan dan mengajukan Lembaga Perantara, khususnya yang telah diakreditasi oleh BPDLH.
2). Menyiapkan Concept Note.
3). Menyiapkan Funding Proposal dan diajukan ke Kementerian LHK serta BPDLH untuk dilakukan asistensi dan penilaian sebagai dasar penyaluran pendanaan.[]