Curah Hujan Maret dan April 2024 dengan kategori rendah dan sifat hujan dibawah normal pada stasiun BMKG Lhoknga (sumber BMKG). |
Banda Aceh - Kepala Dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh, Ir. Mahdinur, MM memberikan penjelasan terkait fenomena
kekeringan yang melanda Kecamatan Lhok Nga dan menjadi isu pada beberapa minggu
terakhir.
Terkait kekeringan yang melanda tersebut, Mahdinur menyampaikan faktor utama penyebabnya adalah kemarau yang berkepanjangan yang telah terjadi sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya.
Ketedapatan air tanah di Kecamatan Lhok Nga sebagian
besar berasal dari daerah karst pada media rekahan di bawah tanah, aliran air
pada media rekahan ini sangat bergantung pada tingkat curah hujan dan tutupan
lahan pada zona resapan.
Mahdinur
menyampaikan, berdasarkan data curah hujan yang disampaikan Kepala Stasiun
Klimatologi, BMKG Indrapuri, data curah hujan di stasiun BMKG Lhok Nga menunjukkan
hampir setiap tahun terdapat curah hujan yang rendah. Khususnya pada awal tahun
2024 curah hujan rata-rata berada dibawah 100 mm, bahkan di bulan Februari
hanya 48 mm dan bulan April 60 mm, kondisi curah hujan yang rendah ini bahkan
bersifat dibawah normal (Gambar 1), ini
memang menjadi penyebab utama terjadinya kekeringan pada beberapa sumber air di
daerah karst Kecamatan Lhok Nga, selain itu penyebab lainnya yang dapat terjadi
adalah perubahan tutupan lahan pada zona-zona resapan, tentu saja hal ini perlu
dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh instansi terkait.
Secara
Hidrogeologis, berdasarkan beberapa kajian ilmiah yang dilakukan oleh BGR,
Jerman pada tahun 2007 dan juga oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 2021,
Sumber air pada Pucok Krueng yang berdekatan dengan desa Naga Umbang merupakan
sebuah sistem hidrologi karst yang airnya terkoneksi dengan Gua Uleu.
Gua Uleu sendiri merupakan bagian dari hutan lindung atau zona resapan pada lembah Lunto dengan arah aliran air tanah menuju ke Utara.
Berdasarkan kajian tersebut juga
diketahui bahwa zona resapan aliran Pucok Krueng berbeda dengan zona resapan
lokasi PT Solusi Bangun Andalas (SBA) yang arah aliran air tanahnya menuju ke
Barat atau menuju laut (Gambar 2), hal ini sudah dibuktikan melalui uji tracer
test dengan melakukan injeksi media berwarna (zat uranine) pada gua dan rongga
untuk menelusuri arah aliran air tanah di gua Uleu (zona resapan Pucok Krueng)
ataupun di gua Quarry (Zona resapan daerah PT Solusi Bangun Andalas) ( Gambar 3).
Sehingga berdasarkan kajian ini tidak
dapat dibuktikan bahwa isu aktivitas penambangan berkaitan dengan kekeringan
beberapa sumber air disekitar wilayah tersebut.
Selain itu
kondisi hidrogeologis di Gampong Lambaro Seubun yang berjarak hampir 10 km dari
Pucok Krueng atau PT Solusi Bangun Andalas merupakan sistem aliran air tanah yang sama
sekali berbeda baik hulu atau zona resapannya sehingga tidak dapat di hubungkan
dengan zona resapan pada Pucok krueng dan lokasi PT Solusi Bangun Andalas
(Gambar 4). Terkait hal ini Dinas ESDM Aceh juga telah mengundang PT Solusi
Bangun Andalas untuk memberikan keterangan dan penjelasan terkait kajian
hidrologi karst di wilayah tersebut, diketahui juga bahwa pemakaian air
permukaan oleh PT Solusi Bangun Andalas sendiri saat ini mengutamakan sumber
air yang berasal dari pengumpulan air hujan berupa embung.
Terkait
permasalahan kekeringan ini, Mahdinur menyampaikan solusi baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek Pemerintah terkait atau melalui PDAM
dapat memberikan bantuan berupa tangki air secara regular kepada masyarakat,
Mahdinur memberikan apresiasi yang tinggi kepada Pemerintah Kab/Kota dan juga
PT Solusi Bangun Andalas yang melakukan gerak cepat dalam memberikan bantuan
air bersih kepada Masyarakat.
Sedangkan untuk jangka panjang, pemerintah atau instansi terkait dapat mengupayakan pembuatan embung penangkap air hujan dan atau pengambilan air dari sumber-sumber air yang mengalir sepanjang tahun dengan debit yang cukup besar seperti di gua Ilup (11 l/detik) dan gue Uleu (614 l/detik) serta sungai Sarah di Kecamatan Leupung.
Untuk
Sungai sarah sendiri berdasarkan informasi dari PDAM Tirta Montala, pernah
merencanakan membangun SPAM dengan sistem penyediaan air dari Sungai Sarah
dengan kapasitas 400 l/detik yang telah dianggarkan oleh Pemerintah Pusat, hanya
saja karena covid 19 kegiatan tersebut tidak terlaksana, semoga pemerintah
kab/kota dan PDAM dapat mendorong agar kegiatan tersebut dapat direncanakan kembali
mengingat masyarakat sudah kesulitan hampir setiap tahun apalagi pada saat
kemarau berkepanjangan seperti sekarang ini.
Pandangan yang
sama disampaikan oleh Mochamad Anwar Bakti, S.Si., MBA., General Manager
SBA “Dari Studi Hidrologi dan
Hidrogeologi yang kami lakukan bersama Tim Universitas Gajah Mada menyimpulkan
bahwa adanya perbedaan sistem aliran air bawah tanah dari Daerah Tangkapan Air
(DTA) Tambang SBA dengan DTA Lembah Luntho serta Gua Uleu yang terbukti
terkoneksi dengan Sungai Bawah Tanah Pucok Krueng dan diyakini merupakan sumber
mata air bagi masyarakat di sekitar kawasan Lhoknga."
Anwar Bakti menambahkan "Saat ini sumber air baku untuk Pabrik hanya menggunakan air limpasan hujan yang tertampung pada kolam settling pond di area quarry batugamping namun kondisinya saat ini telah surut drastis dan hampir kering karena dampak kemarau berkepanjangan.
Kami terus melakukan berbagai inisiatif dalam upaya efisiensi penggunaan air di Pabrik SBA, salah satunya adalah dengan membuat Waste Water Treatment Plant (WWTP) agar air sisa proses pendinginan tidak terbuang ke badan air namun dapat digunakan kembali (closed loop circuit).
Kami ucapkan terima kasih atas penguatan penjelasan serta bimbingan dari Bapak Ir. Mahdinur, MM., Kepala Dinas ESDM Aceh kepada SBA, semoga hal ini dapat memberikan informasi yang valid kepada masyarakat atas penyebab kekeringan yang terjadi di wilayah Kecamatan Lhoknga selama ini.
Kami akan terus berkomitmen untuk senantiasa hadir dan berkontribusi bagi masyarakat yang terdampak oleh bencana kekeringan ini bersama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar serta seluruh stakeholder terkait,” tutup Anwar.[]