Banda Aceh - Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) meminta Polres Bireuen untuk segera mengambil tindakan hukum terhadap aktivitas penambangan batu gajah ilegal yang masih berlangsung di Simpang Mamplam.
Meskipun sudah ada permintaan dari SAPA sebelumnya untuk menghentikan aktivitas yang melanggar hukum ini, hingga kini tidak ada langkah konkrit dari Pj Bupati Bireuen dan aparat penegak hukum.
"Kami sangat prihatin dengan masih berlanjutnya penambangan galian C ilegal, khususnya batu gajah, di Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen. Meskipun permintaan dari kami sudah disampaikan berulang kali, sampai sekarang aktivitas tersebut masih berlangsung. Ini jelas merupakan bentuk pembiaran yang tidak dapat ditolerir," kata Ketua Umum SAPA Fauzan Adami kepada awak media, Kamis 22 Agustus 2024.
Menurutnya, penambangan ilegal tersebut melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penambangan tanpa izin merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya Pasal 158 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) akan dikenakan sanksi pidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Lebih jauh, Ketua SAPA menyoroti keterlibatan seorang pengusaha besar dalam aliran material batu gajah dari penambangan ilegal tersebut. "Kami telah menerima informasi yang kuat bahwa material dari aktivitas ilegal ini didistribusikan kepada seorang pengusaha ternama dan kaya di Bireuen," ujarnya.
"Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ada upaya untuk melindungi pelaku kejahatan karena status sosial dan kekayaan mereka. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip keadilan dan supremasi hukum," tegasnya.
Ketua SAPA menegaskan bahwa hukum harus berlaku sama untuk semua orang, tanpa memandang kekayaan atau pengaruh politik. "Kami tidak bisa membiarkan siapa pun, termasuk orang kaya dan berpengaruh, untuk bersembunyi di balik uang dan kekuasaan demi menghindari tanggung jawab hukum.
Polres Bireuen harus bertindak segera dan tegas dalam menangani kasus ini. Tidak boleh ada kompromi dalam penegakan hukum, terutama ketika pelanggaran ini merusak lingkungan dan mengancam kesejahteraan masyarakat," lanjutnya.
Penambangan batu gajah ilegal, selain melanggar hukum, juga membawa dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. "Aktivitas penambangan ilegal ini merusak ekosistem dan lingkungan hidup yang menjadi penopang kehidupan masyarakat sekitar. Ini tidak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi juga Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di mana setiap aktivitas yang mengubah tata ruang harus melalui prosedur perizinan yang ketat untuk memastikan keberlanjutan lingkungan," papar Fauzan.
Ia juga menegaskan bahwa jika Polres Bireuen tidak segera mengambil tindakan, ini akan menciptakan preseden buruk yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. "Jika tindakan tegas tidak segera diambil, maka masyarakat akan melihat bahwa hukum dapat dibeli dan dipermainkan oleh mereka yang memiliki kekayaan dan pengaruh. Ini adalah preseden yang sangat berbahaya bagi penegakan hukum dan ketertiban di negara kita. Polres Bireuen harus menunjukkan komitmennya untuk menegakkan hukum dengan tegas dan adil," ungkapnya dengan tegas.
Ketua SAPA menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus ini dan siap untuk mengambil langkah-langkah lebih lanjut jika tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. "Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. SAPA akan terus berada di garis depan dalam memperjuangkan penegakan hukum dan melindungi hak-hak masyarakat serta lingkungan dari ancaman penambangan ilegal," pintanya.
SAPA berharap Polres Bireuen segera bertindak dan menunjukkan bahwa hukum di negara ini tidak dapat dibeli, serta memberikan perlindungan nyata kepada masyarakat dan lingkungan dari tindakan yang merugikan.
Sebelumnya SAPA mendesak proyek Tebing Sungai Peudada dihentikan sementara hingga izin galian C yang sah dikeluarkan oleh pihak berwenang, karena diduga proyek yang dikerjakan oleh kontraktor pada kegiatan itu menggunakan material ilegal.
Diduga galian C ilegal itu diambil di kawasan Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen dibawa ke proyek pembangunan bangunan perkuatan Tebing Sungai Krueng Peudada yang dikerjakan oleh CV. Eshan Construction dengan pagu anggaran mencapai Rp12, 4 miliar dari APBA Tahun 2024 dibawah Dinas Pengairan Aceh.[]