Cara Memahami Putusan Hakim

Editor: Syarkawi author photo

Oleh Dr. Taqwaddin Husin Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor

Banda Aceh - Dalam dunia hukum, perdebatan mengenai putusan hakim adalah hal yang lazim. Tak hanya di kalangan awam, bahkan di antara sesama ahli hukum—yang belajar di institusi dan dengan guru yang sama—pun sering terjadi perbedaan pendapat. Respons pro dan kontra terhadap putusan hakim, termasuk dalam perkara tindak pidana korupsi, adalah fenomena yang wajar.

Tulisan ini bukanlah teguran, apalagi bertujuan mengajari "bebek berenang". Sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan akademik, artikel ini dimaksudkan untuk mencerahkan publik, terutama dalam memahami esensi putusan hakim secara lebih mendalam.

Sebagai bagian dari institusi Mahkamah Agung, saya merasa perlu menjelaskan bagaimana putusan hakim sebaiknya dipahami, bukan hanya sebagai hasil kalah atau menang, tetapi lebih dari itu.


Pemahaman Dasar tentang Putusan Hakim

Bagi masyarakat awam, putusan hakim sering kali dipandang hanya dalam kerangka menang atau kalah. Pemahaman ini wajar mengingat terbatasnya pengetahuan mereka tentang seluk-beluk hukum. Namun, bagi sarjana hukum, sebaiknya pandangan ini diperluas.

Seorang sarjana hukum tak cukup hanya membaca amar putusan, tetapi perlu mencermati dasar pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim. Hal ini meliputi analisis fakta, penerapan peraturan perundang-undangan, serta logika hukum yang dituangkan dalam putusan tersebut.

Sayangnya, tidak jarang ketidaktahuan terhadap dasar hukum yang digunakan dalam suatu putusan justru memicu reaksi negatif. Ketika putusan hakim tidak sesuai harapan publik, sering kali muncul hujatan, bahkan hingga menyasar institusi Mahkamah Agung yang sejatinya harus dimuliakan.


Bijak dalam Menyikapi Putusan Hakim

Masyarakat diharapkan lebih bijak dalam menyikapi putusan hakim. Sebelum memberikan komentar, penting untuk memahami putusan secara utuh, tidak hanya berdasarkan pemberitaan sepihak. Mendengarkan pendapat dari para ahli hukum yang kredibel di berbagai media dapat memberikan sudut pandang yang lebih objektif.

Satu putusan yang tidak populer bukan berarti keseluruhan institusi peradilan layak dihujat. Padahal, putusan tingkat pertama di pengadilan negeri belum tentu final. Ada kemungkinan putusan tersebut diubah di tingkat banding atau kasasi. Namun, publik sering kali terburu-buru menyimpulkan dan menggeneralisasi seluruh hakim sebagai tidak kompeten atau bahkan korup.


Tantangan Kepercayaan Publik terhadap Peradilan

Tidak dapat disangkal, kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan saat ini menghadapi tantangan besar. Beberapa kasus kejahatan yang melibatkan oknum hakim dan pejabat peradilan telah mencoreng citra institusi yang sejatinya suci dan mulia.

Ibarat pepatah, “gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga,” tindakan segelintir oknum telah menghancurkan kepercayaan yang dibangun dengan susah payah selama hampir satu abad. Bagaimana tidak, muncul kasus seorang hakim yang menyimpan uang puluhan miliar di rumahnya, atau pejabat yang memiliki uang tunai triliunan rupiah dalam goni. Hal ini tentu sulit diterima oleh akal sehat.


Refleksi dan Harapan

Situasi ini membawa beban psikologis berat bagi hakim-hakim yang berintegritas. Tanpa ada yang berani membela institusi, mereka sering kali diam dalam menghadapi hujatan. Padahal, tidak semua hakim adalah bandit seperti yang dituduhkan.

Namun, untuk memulihkan kepercayaan publik, lembaga peradilan harus mampu menunjukkan reformasi yang nyata. Integritas, profesionalisme, dan transparansi harus menjadi pilar utama. Dengan begitu, lembaga peradilan dapat kembali menjadi institusi yang dimuliakan dan dihormati, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mata dunia.

Mari kita bijak dan cermat dalam menilai. Jangan sampai prasangka buruk terhadap segelintir oknum merusak kepercayaan kepada institusi yang menjadi pilar keadilan. Semoga refleksi ini menjadi langkah kecil untuk membangun kembali kehormatan lembaga peradilan Indonesia.[]

Share:
Komentar

Berita Terkini